Rabu, 07 Juli 2010

Mitos mBah Meyek

A. SEKILAS TENTANG “MBAH MEYEK”

Sebuah daerah perkampungan di wilayah kota Solo terdapat kampung yang cukup luas, nama Bibis. Kampung ini adalah salah satu kampung yang cukup luas karena kampung Bibis ini terbagi menjadi beberapa bagian. Antara lain : Bibis Wetan, Bibis Kulon, Bibis Baru, Bibis Luhur. Konon pada jaman dahulu pada masa pemerintahan Raja Pakubuwobo ke IV, ada seorang Punggawa Keraton yang di sebut Meyek. Pada jaman Kerajaan dahulu setiap orang yang akan bertemu sang Raja tidak serta merta langsung dapat menemui sang Raja, dan harus melewati sang Punggawa tersebut. Di setiap wilayah di Solo memiliki utusan masing-masing, seandainya ada orang yang menemui sang Raja tidak melalui persetujuan utusan tersebut maka sang utusan tersebut dikenakan sanksi oleh sang Raja. Dalam hal ini mBah Meyek adalah salah satu dari utusan sang raja di wilayah Bibis pada masa itu. Pada masa itu sang utusan memang tidak memiliki rumah dan seringkali tidur di sembarang tempat di wilayahnya, terkadang di bawah pohon atau di manapun dia berada. Kedudukan mBah Meyek di wilayah Bibis cukup disegani dan sangat dihormati karena dia adalah penyambung aspirasi rakyat kepada sang Raja. Suatu saat ketika mBah Meyek menjalankan kewajiban sebagai seorang prajurit dia menghilang lenyap, tidak ada yang tahu dia kemana. Konon, pada masa itu orang yang memiliki ilmu kanuragan seperti mBah Meyek tersebut bisa menghilang bahkan ketika matipun arwahnya masih bisa berada di dunia. Alhasil, dari sejak itu masyarakat Bibis mempercayai bahwa mBah Meyek tetap menjaga dan menunggui daerah Bibis tersebut.



B. WAYANGAN SETIAP MALAM SATU SYURO

Banyak yang berpendapat kegiatan wayangan pada setiap malam 1(satu) Syuro atau satu Muharam tersebut adalah sebagai wujud slametan bagi mBah Meyek supaya wilayah Bibis tetap aman, damai, dan sejahtera. Benarkah demikian?
Setiap malam satu Syuro di wilayah Bibis memang rutin diadakan pertunjukkan wayang kulit demi menghargai mBah Meyek, bahkan ada yang berpendapat bahwa tujuan diadakan pertunjukkan wayang kulit untuk memohon kepada mBah Meyek supaya Bibis aman, damai, dan sejahtera, banyak hal yang diharapkan dari masyarakat supaya hidup mereka menjadi selamat.
Hasil penelusuran penulis tentang fenomena tersebut sangat menarik, ketika penulis menanyakan hal tersebut kepada beberapa orang yang dianggap sesepuh di kampung Bibis tersebut. Menurut kun, kegiatan pertunjukkan wayang kulit tersebut hanya sebagai peringatan menyambut tahun baru islam yaitu malam satu syuro atau muharam supaya warga di sekitar kampung tersebut tirakat untuk menyambut tahun baru islam, bukan suatu usaha untuk meminta berkah keselamatan kepada mBah Meyek (wawancara, Kun, 19 Mei 2010). Kun juga menambahkan bahwa mBah Meyek tersebut juga menyukai pertunjukkan wayang kulit, mungkin bagi sebagian masyarakat kegiatan ini merupakan suatu penghormatan kepada arwah mBah Meyek yang dipercaya masih berada di wilayah Bibis.
Menurut pandangan salah satu pengamat supranatural yang mengenal mBah Meyek, memang pendapat Kun dibenarkan olehnya. Masyarakat dipandang terlalu melebih-lebihkan kegiatan tersebut menjadi suatu kegiatan ritual religi kepada mBah Meyek. Menurutnya mBah Meyek sesungguhnya tidak mengharapkan apa-apa dari masyarakat, hanya saja mBah Meyek berharap kesenian wayang kulit dapat terus ada dan tidak punah (menurutnya ketika berdialog dengan mBah Meyek).
Hal yang sulit dipercaya ketika masyarakat mempercayai mitos yang mempengaruhi kehidupan mereka. Sampai saat ini pro dan kontra perihal isu keberadaan mBah Meyek masih menjadi misteri yang fenomenal. Sebagai masyarakat berilmu yang berpikir secara logis hal ini sangat rumit untuk dapat dipikirkan secara logika, tetapi inilah mitos.
Dalam cerita ini terdapat fenomena yang mengandung beberapa nilai. Yaitu : nilai pelestarian budaya, pendidikan, serta religi. Tetapi dalam tulisan ini penulis hanya akan menyampaikan tentang nilai religi saja.

C. ANGGAPAN TENTANG MBAH MEYEK

Sesuai cirinya, mitos selalu disertai dengan kepercayaan yang ada di dalamnya. Mitos tentang mBah Meyek ini juga memiliki sisi religi yang terkandung dalam cerita tersebut. Kegiatan wayang kulit pada malam 1(satu) Syuro tersebut dianggap sebagai malam permohonan berkah kepada mBah Meyek karena dianggal beliau dapat mendatangkan berkah.

Hal seperti ini jelas dikatakan sebagai kegiatan yang menurut islam adalah musrik. Musyrik adalah orang yang melakukan dosa syirik (berasal dari kata syarikah : persekutuan) yaitu mempersekutukan atau membuat tandingan hukum atau ajaran lain selain dari ajaran/hukum Allah. Syirik adalah akhlak yang melampaui batas aturan dan bertentangan dengan prinsip tauhid yaitu dengan mengabdi , tunduk , taat secara sadar dan sukarela pada sesuatu ajaran / perintah selain dari ajaran Allah. Bahkan dalam islam sendiri terdapat hadizt yang melarang hal tersebut :

Ar-Rum/Roma 31-32:
“janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah yaitu orang-orang yang memecah-belah dan mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.”

Hal ini memang wajar terjadi pada masyarakat Jawa pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Indonesia dimasa pra-agama besar masuk ke Indonesia, kepercayaan-kepercayaan kecil yang dapat disebut agama-agama suku sudah telah ada di setiap wilayah di Indonesia. Walaupun setiap suku memiliki kepercayaan yang berbeda-beda tetapi sesungguhnya tetap ada hal yang menyamakannya.
Kepercayaan pra-agama di Indonesia yang paling dikenal adalah Animisme dan Dinamisme. Dua kepercayaan ini dapat disebut sebagai penyebutan semua kepercayaan di Indonesia.
Animisme disebut oleh Dr. EB. Tylor sebagai agama tertua di Indonesia . Dimana Animisme itu berasal dari kata anima yang berarti nyawa / arwah. Masyarakat Jawa pada khususnya menganggap bahwa orang yang mati sesungguhnya hanya suatu kejadian dimana nyawa seseorang keluar dari raga tetapi senantiasa berada di dunia dan selalu menjaga manusia lainnya yang masih sugeng . Kenyataan yang dapat dilihat pada kehidupan masyarakat Jawa saat ini masih percaya bahwa ketika seseorang meninggal sebelum 40 (empat puluh) hari masih berada di sekitar rumah, maka selama itu juga keluarga wajib untuk memberi pancenan berupa makanan-makanan kesukaan orang yang meninggal tersebut.
Ada suatu kepercayaan pula bahwa orang yang tidur tidak boleh dibangunkan, karena pada saat tidur sesungguhnya ada semacam roh yang keluar dari raga, yang mengembara dan mengalami sesuatu hal. Satu hal lagi jika seseorang itu bermimpi maka seseorang tersebut mengalami suatu peristiwa di tempat lain.
Hal-hal semacam itu masih banyak dipercaya oleh masyarakat Jawa. Sama halnya ketika pembahasan tentang isu mBah Meyek yang konon adalah Danyang di wilayah Bibis. Kepercayaan bahwa seseorang yang meninggal masih tetap ada di dunia walaupun tidak nampak dimata.


D. KESIMPULAN

Dalam tulisan ini sudah sedikit menerangkan bagaimanakah kehidupan masyarakat Bibis pada khususnya, erat kaitannya dengan mitos mBah Meyek. Banyak pendapat yang akan menjadi kontroversial ketika seorang penganut kejawen yang mempercayai Danyang dapat memberi berkah kepada masyarakat asal masyarakat tersebut mau merawat dan senantiasa menjaga. Lain halnya yang kontra dengan itu, ketika seorang beragama yang memandang tidak layak untuk dilakukan, pandangannya akan jauh berbeda. Danyang dalam kehidupan masyarakat modern memang terdengar fiktif dan kuno, walaupun demikian orang-orang modern yang dapat berpikir secara logika juga banyak mempercayai hal yang bersifat takhayul tersebut. Dengan tulisan ini penulis berharap masyarakat dapat menentukan sikap dan memiliki pola pikir yang senantiasa menjaga tradisi dan juga bersikap rasional dalam bertindak. Apa yang menjadi tradisi tidak sepantasnya diabaikan tetapi juga bukan hal utama untuk menentukan kehidupan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar