Rabu, 26 Mei 2010

bahasa

MENERTAWAKAN BAHASA, CARI TAHU DAHULU........!!!
(BANYUMAS BAHASA “NGAPAK” YANG SERING MEMBUAT TERTAWA)


Bahasa merupakan suatu alat komunikasi yang mutlak digunakan oleh setiap makhluk di dunia ini, baik bahasa tulis, lesan, isyarat, maupun bahasa melalui alat ucap manusia. Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder. Arbitrer yaitu tidak adanya hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya.

Dalam kehidupan sehari-hari seringkali terdapat bahasa-bahasa asing yang akan membuat manusia bingung, senang, mungkin juga tertawa. Apa yang menyebabkan manusia tertawa?

Banyumasan, atau yang sering dikenal dengan bahasa ngapak-ngapak, adalah salah satu bahasa yang sering membuat orang tertawa, memang terdengar lucu karenasecara tidak langsung logat seperti itu sangat asing di kalangan masyarakat di luar daerah Banyumas atau di luar daerah karisidenan Banyumas. Dalam tulisan ini akan sedikit memberi pandangan tentang bahasa Banyumas yang membuat orang tertawa itu.
Dialek Banyumasan atau sering disebut Bahasa Ngapak Ngapak adalah kelompok bahasa bahasa Jawa yang dipergunakan di wilayah barat Jawa Tengah, Indonesia. Beberapa kosakata dan dialeknya juga dipergunakan di Banten utara serta daerah Cirebon-Indramayu. Logat bahasanya agak berbeda dibanding dialek bahasa Jawa lainnya. Hal ini disebabkan bahasa Banyumasan masih berhubungan erat dengan bahasa Jawa Kuna (Kawi).
Bahasa Banyumasan terkenal dengan cara bicaranya yang khas. Dialek ini disebut Banyumasan karena dipakai oleh masyarakat yang tinggal di wilayah Banyumasan. Seorang ahli bahasa Belanda, E.M. Uhlenbeck, mengelompokan dialek-dialek yang dipergunakan di wilayah barat dari Jawa Tengah sebagai kelompok (rumpun) bahasa Jawa bagian barat (Banyumasan, Tegalan, Cirebonan dan Banten Utara). Kelompok lainnya adalah bahasa Jawa bagian Tengah (Surakarta, Yogyakarta, Semarang dll) dan kelompok bahasa Jawa bagian Timur. Kelompok bahasa Jawa bagian barat (harap dibedakan dengan Jawa Barat/Bahasa Sunda) inilah yang sering disebut bahasa Banyumasan (ngapak-ngapak).
Secara geografis, wilayah Banten utara dan Cirebon-Indramayu memang berada di luar wilayah berbudaya Banyumasan tetapi menurut budayawan Cirebon TD Sudjana, logat bahasanya memang terdengar sangat mirip dengan bahasa Banyumasan. Hal ini menarik untuk dikaji secara historis. Dibandingkan dengan bahasa Jawa dialek Yogyakarta dan Surakarta, dialek Banyumasan banyak sekali bedanya. Perbedaan yang utama yakni akhiran 'a' tetap diucapkan 'a' bukan 'o'. Jadi jika di Solo orang makan 'sego' (nasi), di wilayah Banyumasan orang makan 'sega'. Selain itu, kata-kata yang berakhiran huruf mati dibaca penuh, misalnya kata enak oleh dialek lain bunyinya ena, sedangkan dalam dialek Banyumasan dibaca enak dengan suara huruf 'k' yang jelas, itulah sebabnya bahasa Banyumasan dikenal dengan bahasa Ngapak atau Ngapak-ngapak.

NGAPAK TAINMENT

Dalam bukunya Banyumas: Sejarah, Budaya, Bahasa, dan Watak, Budiono Herusatoto mengatakan bahwa bahasa ngapak adalah istilah bahasa Jawa Banyumasan yang dilangsir oleh para priyayi wetanan yang berbahasa Jawa mbandhek. Penggunaan bahasa dialek ini meliputi wilayah Kabupaten Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, Tegal, Brebes, Pemalang, bagian barat Kebumen, dan bagian timur dan pesisir Cirebon (Indramayu). Berbeda dengan penggunaan bahasa Banyumas di masyarakat terutama di keluarga-keluarga muda, penggunaan bahasa Banyumas di dunia intertainment akhir-akhir lebih banyak terdengar di telinga kita.
Penggunaan bahasa ngapak telah merambah ke berbagai macam segi industri hiburan yang lebih kreatif seperti musik, siaran radio, teater dan film. Selain itu juga merambah ke dunia fashion dan seluler.

Di industri musik misalnya, muncul nama Sopsan dan Bije Patik sebagai group musik yang mengusung lokalitas bahasa Banyumasan dengan memadukan genre musik yang bermacam seperti melayu, arabian, oriental, latin, dangdut, reggae, hingga rock n roll. Di industri film, bahasa Banyumas tidak dapat dianggap sebelah mata dengan ikut sertanya film dokumenter ”Metu Getih” dalam European Film Festival 2007 dan PPIA Converence: The Voice of the Future Leader Victoria University 2008.

Lalu di dunia teater, sering dipertunjukkannya pementasan teater yang mengangkat warna lokal Banyumasan seperti oleh kelompok teater Teksas, Tubuh, dan Janur. Sedang di munculnya kaos oblong “Bawor” dan “Dablongan” di dunia fashion mengidentikan jati diri Banyumas seperti Yogyakarta dengan Dagadu-nya atau Bali dengan Joger-nya. Di dunia seluler pun bahasa ngapak mulai digunakan dalam pengoperasian handphone seperti ”busek” menggantikan ”delete”. Dan yang paling fenomenal adalah munculnya acara siara radio bertajuk “Curahan Hati dan Humor” (Curanmor) di sebuah radio swasta di Cilacap. Acara tersebut telah menjadi menu wajib yang harus didengarkan oleh telinga masyarakat Cilacap dan sekitarnya. Bahkan rekaman acara tersebut sudah menjelajah ke berbagai kota hingga luar negeri dengan cara diunduh lewat internet.
Bagi orang yang tidak terbiasa dengan bahasa Ngapak, bahasa ini akan terdengar lebih cepat dan agak mbingungi untuk didengarkan serta terkesan lucu. Memang. Tapi ada rasa puas tersendiri ketika berbicara dengan menggunakan bahasa Banyumasan ini baik disadari atau tidak. Mungkin karena saya bukan aseli Banyumas, tapi sudah 21 tahun menggunakan bahasa ini, saya jadi punya perbandingan dan bisa melihat dari luar. Ketika pertama kali mendengarkan orang berbicara dengan bahasa ini pada umur 10 tahun, saya hampir tidak bisa mengikuti artinya dan sedikit sedikit bertanya artinya. Sekarang, dialek ini selalu menempel di lidah saya. Pada awalnya ibu saya sempat melarang menggunakan bahasa ini karena terkesan ndesani apalagi kalo berbicara pake kata ‘nyong-nyong’ yang kalo dilihat atau didengar oleh orang Jawa Tengah bagian Timur dibilang wong ndeso. Saya jadi mengerti kenapa Ibu saya ngendiko seperti itu setelah berbincang dengan tokoh budaya Banyumas Ahmad Tohari beberapa bulan yang lalu.
Saya sedikit lupa detailnya tapi intinya beliau menceritakan ke saya bahwa pada jaman kerajaan dulu, daerah banyumas termasuk daerah Mancanegara dan daerah Wetan termasuk daerah kerajaan. Mancanegara maksudnya adalah daerah luar kerajaan atau daerah rakyat biasa, atau disebut daerah kampong. Oleh karena itu bahasa Mancanegara ini agak sedikit beda dan terkesan kasar.
Bukan berarti saya menilai bahasa ini bahasa yang tidak disarankan untuk dipakai, tapi malah justru sebaliknya. Saya cinta sekali dengan bahasa ini. Mungkin kalau orang tidak tahu latar belakang saya mereka mengira saya berasal dari desa sekali yang jauh dari terminal bis atau mall karena bahasa yang saya pakai kental sekali bahkan kadang bikin orang tertawa. Kepuasan yang saya sebutkan lebih awal ketika berbicara Ngapak adalah perasaan lepas (los) dan ngomong apapun sepertinya enak. Ada teman saya yang sudah sekitar 10 tahun lebih tidak ketemu dan barusan ketemu di facebook malah bilang :”Nyong nek ora ngapak cangkeme pegel Wan.”
Dengan demikian bahasa memang sering membuat tertawa jika kita tidak tahu arti yang sebenarnya. Jangan sampai tertawa bahkan menertawai jika belum mengerti makana dari bahasa itu. Menertawai dalam artian menganggap bahasa tersebut tidak lebih berharga dari bahasa lain. (dari Google, dengan sedikit penyuntingan. 27 Mei 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar